Kamis, 23 Mei 2013

Fake Smile




Gie hanya bisa terdiam. Lagi-lagi pemandangan itu yang dilihatnya. Pemandangan yang membuat perih matanya, membuat sesak dadanya, dan membuatnya selalu berpura-pura tersenyum.

“…Tell them I was happy, and my heart is broken, all my scars are open, tell them what I hoped would be impossible…”

Lagi-lagi nyanyian itu yang di dengarnya. Dadanya makin terasa sesak. Perlahan, pandangannya mulai kabur. Seperti ada yang menghalangi matanya. Ya, air mata memang sudah menggenang di pelupuk matanya.

Gue nggak apa-apa, kok. Gue strong. Gue baik-baik aja. Semangat!, batin Gie.

Nyanyian itu masih terus terdengar walau samar. Bahkan kini diselingi oleh gelak tawa dan candaan yang seru.

“Gie, sabar ya. Udah jangan diliatin atau didengerin. Nanti kesel loh. Senyuuuum!” Kata Gemi tiba-tiba. Ia seperti tau apa yang dirasakan sahabatnya itu.

“Enggak kok, enggak apa-apa. Ngapain kesel?” Kata Gie sambil tersenyum. Seperti semua baik-baik saja.

“Hebat ya lo. Kalo gue jadi lo, pasti gue udah ngebatin mulu setiap hari.” Kali ini Gita yang bicara.

Gie hanya bisa tersenyum simpul mendengar ucapan teman sebangkunya itu.

Salah, mereka semua salah. Gue kesel, gue capek, dan gue lelah harus sabar terus setiap hari. Gue pengen teriak, gue enggak sanggup harus terus lama-lama mendem semuanya. Dan gue nggak sehebat seperti apa yang mereka liat…

2 komentar: